August 9, 2022
Setiap Hari adalah Hari Anak (Kita dan Perayaan Hari Anak Nasional)
Kita mendengar, melihat dan merasakan ada begitu banyak perlakuan salah yang dialami oleh anak-anak di sekitar kita, bahkan ada begitu banyak anak-anak yang sementara menderita tetapi suara mereka tidak terdengar. Kita berpikir bahwa kekerasan dalam meng-asuh, meng-asih dan meng-asah anak-anak adalah hal yang wajar, biasa dan sudah menjadi bagian dari kehidupan yang juga secara sadar atau tidak kemudian hal itu diobservasi oleh anak-anak dan mereka terima sebagai warisan turun-temurun. Perlakuan salah tersebut tentunya akan menimbulkan dampak yang luar biasa dalam masa tumbuh kembang anak, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak jangka pendeknya adalah anak-anak merasakan penderitaan secara fisik dan psikis bahkan sampai pada kematian. Sedangkan penderitaan jangka panjang yang mereka rasakan juga tidak kalah dasyatnya. Anak-anak akan hidup dalam kondisi traumatik yang mengakibatkan mereka selalu dihantui perasaan takut, stress, rendah diri, terintimidasi, kebencian, kemarahan dan lain sebagainya, juga bisa berdampak pada tindakan menyakiti serta mengakhiri hidup sendiri atau orang lain. Sebagian dari antara kita atau mungkin juga semua kita sepakat bahwa kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan, dendam dan dampak negatif lainnya. Kabar gembiranya adalah “Kita bisa menghentikan hal tersebut, sekarang dan saat ini juga.” Caranya mudah, mulailah dari diri sendiri untuk tidak menjadi pelaku kekerasan. Buatlah komitmen pribadi untuk selalu ingat agar tidak cepat merespon tindakan anak yang kita anggap “salah” dengan melakukan kekerasan secara fisik maupun non fisik. Pahamilah bahwa anak-anak masih dalah usia belajar, dan dalam fase belajar tersebut adalah wajar jika mereka melakukan kesalahan/kekeliruan, karena dari kesalahan/kekeliruan tersebut mereka akan belajar banyak hal. Cara kita membimbing akan sangat menentukan bagaimana kemudian mereka akan merespon ketika mereka berhadapan dengan teman sebaya atau anak lainnya yang juga melakukan kesalahan/kekeliruan. Yang perlu diperhatikan adalah, bimbinglah mereka agar tidak melakukan kesalahan yang berakibat fatal dan mengancam keselamatan diri sendiri atau orang lain. Dalam hal ini sangat penting keberadaan orang tua atau pengasuh untuk mendampingi masa tumbuh kembang anak, tentunya bentuk-bentuk pendampingan disesuaikan dengan usia pertumbuhan anak. Berbicara tentang “perlindungan anak”, hal tersebut tidak hanya sebatas merespon kasus-kasus kekeraan yang terjadi pada anak, tetapi pegertian perlindungan anak itu sangat luas dan menyentuh banyak aspek. Minimal terdapat 5 (lima) aspek utama yang penting untuk kita sama-sama pahami, diantaranya ; Pertama, perlindungan anak dalam konteks hak mereka untuk Hidup. Sebagai hak asasi paling dasar yang dimiliki oleh setiap orang. Hak ini juga merupakan syarat utama yang harus diakui dan dilindungi dalam diri setiap anak. Pastikan mereka terlindungi dari segala bentuk tindakan yang dapat mengancam nyawa mereka baik tindakan yang dilakukan oleh anak sendiri maupun orang lain, alam dan faktor eksternal lainnya yang dapat mengakibatkan anak bisa kehilangan nyawanya. Kedua, Perlindungan anak dalam konteks pemenuhan hak mereka untuk bertumbuh. Pastikan bahwa setiap anak memperoleh kebutuhan dasarnya untuk bertumbuh dengan baik. Kebutuhan dasar tersebut adalah sandang, pangan dan papan. Mereka harus mendapatkan pakaian yang memadai, bersih dan cukup, makanan dengan kandungan gizi yang cukup dan juga makanan yang aman, tempat berteduh yang layak, agar mereka terhindar dari sengatan terik matahari dan juga hujan. Untuk bertumbuh mereka juga membutuhkan kasih sayang dari orang tua, keluarga dan lingkungan masyarakat. Bagi orang tua, sempatkanlah diri kita untuk berbicara, mendengar dan beraktifitas dengan anak kita, peluk mereka, dan berikan kasih sayang sebanyak-banyaknya, bahkan lebih dari yang mereka harapkan. Kasih sayang orang tua tidak akan bisa tergantikan dengan kelimpahan materi, dan akan menjadi warisan yang tidak pernah habis. Kadang-kadang jika kita terlalu letih dengan rutinitas, kita hanya perlu mendengarkan mereka tanpa perlu berbicara, itupun sudah membuat anak-anak kita bahagia. Luangkanlah waktu kita untuk ada bersama mereka pada masa mereka bertumbuh, karena setiap detik pertumbuhan anak yang kita lewati tidak pernah akan terulang lagi. Ketiga, Perlindungan anak dalam konteks pemenuhan hak mereka untuk Berkembang. Generasi yang berkualitas adalah generasi yang memiliki kompetensi mumpuni, keseimbangan antara Skill, Knowledge, dan Attitude. Kemampuan ini tidak dihasilkan sertamerta dan dalam tempo yang singkat. Keseimbangan antara ketiga unsur tersebut hanya bisa diperoleh melalui proses belajar yang harus di alami oleh anak sejak mereka berada dalam kandungan, lahir dan bertumbuh dewasa. Anak-anak perlu mendapatkan stimulasi yang baik dan benar, ada 5 (lima) aspek perkembangan anak yang perlu diperhatikan untuk menunjang perkembangan kemampuan anak diantaranya, aspek Nilai Moral dan Agama, aspek Bahasa, aspek kognitif, aspek fisik, aspek sosial emosional. Tanggungjawab ini bukan hanya menjadi tugas para pendidik, tetapi merupakan kerjasama sinergi antara orang tua, keluarga, masyarakat dan pendidik. Semakin dini usia anak mendapatkan stimulasi yang baik dan benar, maka semakin besar dampak yang dihasilkan terhadap perkembangan anak. Keempat, Perlindungan anak dalam konteks pemenuhan hak mereka untuk Berpartisipasi. Kita sering melihat orang tua yang bisa ribut dengan anaknya yang baru berusia 2-3 tahun hanya untuk urusan memilih pakaian yang harus dipakai ke gereja, ke pesta, dan aktifitas lainnya. Dirumah saya juga sering mengamati hal tersebut terjadi. Orang tua dengan pengalamannya merasa paling mengerti tentang sesuatu yang cocok dengan untuk anak-anak, sebaliknya, keenderungan anak-anak adalah memilih berdasarkan imajinasi mereka, ketertarikan mereka akan warna, bentuk serta jenis barang sangat dipengaruhi oleh kenyamanan mereka ketika menggunakannya, model yang mereka lihat baik melalui media cetak maupun elektronik atau yang digunakan oleh teman sebayanya. Pantas, santun dan menarik untuk orang lain masih menjadi pertimbangan yang kesekian. Disinilah seharusnya fungsi orang tua atau orang dewasa mulai membangun komunikasi yang positif dengan anak-anak untuk melatih anak-anak berpartisipasi mulai dari hal-hal yang kecil, memilih pakaian yang harus dikenakan misalnya. Ada banyak contoh lain untuk mengakomodir partisipasi anak, semuanya ditujukan untuk membangun rasa percaya diri dan kemampuan untuk mengambil keputusan yang baik dan benar berdasarkan pertimbangan yang matang, tentunya sesuai dengan tahapan usia mereka. Ikut bermusyawarah membangun desa, pengembangan sekolah, bahkan mereka juga dapat membentuk Dewan Perwakilan Anak yang juga berfungsi sebagai wadah penyampaian dan mengawal aspirasi anak. Kelima, hak Anak untuk mendapatkan Perlindungan anak dari berbagai bentuk kekerasan. Anak sebagai pribadi yang rentan, baik secara fisik maupun mental perlu mendapatkan perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan, baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran. Angka kekerasan terhadap anak setiap tahun terus naik, informasi yang saya peroleh, dalam 4 tahun terakhir angka kekerasan terhadap anak meningkat hingga 60%, dan pastinya akan terus meningkat. Setiap hari anak-anak
Setiap Hari adalah Hari Anak (Kita dan Perayaan Hari Anak Nasional) Read More »
Revitalisasi Aset Budaya Tradisional Sumba Timur
Sumba Integrated Development (SID) merevitalisasi aset budaya tradisional Marapu lewat pemberdayaan pemuda, perempuan, dan lansia di Sumba Timur. Anto Kila selaku Executive Director SID mengungkapkan alasannya dalam wawancara bersama Magdalene, (14/12). “Awalnya kami melihat jarak antara generasi muda dan tua dalam pelestarian bahasa maupun budaya. Karena di sekolah-sekolah saja sudah tidak menggunakan bahasa daerah lagi, budaya ini terancam punah,” ujarnya, mengingat pewarisan budaya Sumba dilakukan secara lisan, bukan tertulis. Karena itu, SID menjembatani kelompok lansia yang memahami budaya Sumba, dengan anak muda sebagai generasi yang mewarisi budaya tersebut. Dalam hal ini, musik tradisional dipilih sebagai medium untuk mendorong perubahan perilaku pelestarian budaya. Hal ini juga termasuk bentuk advokasi peningkatan musik tradisional. “Ketika bernyanyi, orang Sumba Timur itu menggunakan bahasa sastra seperti puisi, atau disebut lawiti. Secara tidak langsung, cara ini juga bisa digunakan sebagai kritik ketika tidak setuju dengan situasi tertentu, dan mudah sekali masuk ke masyarakat,” tuturnya. Lirik lagu yang tertulis dalam bahasa daerah itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan Inggris, sehingga hal tersebut memperkuat suara, cerita, lagu, dan kekayaan budaya masyarakat Marapu di Sumba Timur. Artinya, musik mereka dapat menjadi warisan bangsa maupun dunia. Sebenarnya, para lansia di Sumba Timur sudah memiliki kesadaran akan warisan budaya yang mereka miliki. Namun, pendekatan untuk melestarikannya secara sistematis yang belum mereka lakukan karena mereka memercayai pewarisan budaya pada keturunan merupakan hadiah dari Sang Pencipta, sehingga akan muncul dengan sendirinya. “Karena itu, dalam proses pendekatan, kami melakukan assessment partisipatif. Tetap mereka yang menilai dan menggali budaya-budaya di sekitarnya, bagaimana situasinya, apakah masih ada dan sering digunakan, atau sudah hilang. Jadi mereka yang menemukan sendiri,” ucap Anto. Hasilnya, anak-anak muda mulai terlibat dalam proses kampanye perubahan perilaku sosial berbentuk lagu yang dinyanyikan. Lagu tersebut merupakan salah satu ritual yang tidak dilakukan selama lima hingga 20 tahun. Mereka juga menawarkan diri untuk aktif terlibat dalam kepengurusan organisasi masyarakat adat Marapu, yang sebelumnya didominasi orang tua. Selain itu, SID juga berusaha mengumpulkan 26 literatur dari peneliti yang mengobservasi budaya Sumba. Kumpulan literatur tersebut dipublikasikan dan diperbanyak dalam bentuk hard copy maupun soft copy. Ada juga arsip digital untuk melestarikan musik yang diunggah ke kanal YouTube dan disimpan di dalam flashdisk. Selain itu, sekolah-sekolah di sana juga meminta agar program SID tersebut dimasukkan ke kegiatan sekolah. Tulisan ini telah dimuat dalam majalah online Magdalene oleh Aurelia Gracia, Reporter
Revitalisasi Aset Budaya Tradisional Sumba Timur Read More »